Pagi yang terkoyak
17 Juli pagi itu,
ketika matahari masih malu untuk bersinar
ketika embun-embun segar masih basah dirumput taman
ketika kabut sejuk masih gelap menyelimuti pagi
17 Juli pagi itu,
bukan lagi ku lihat matahari yang bersinar
tapi cahaya berkobar yang membakar
bukan lagi embun segar yang basah dirumput taman
tapi segarnya darah saudaraku yang tercecer
bukan lagi kabut sejuk yang ku tatap
tapi asap pekat yang menyesakkan napas
17 Juli pagi itu,
harusnya kudengar kicauang burung riang bernyanyi
bukan dentuman ledakan yang memecah hati
harusnya kudengar nyanyian merdu para tamu
bukan teriakan kesakitan yang pilu
harusnya kulihat cahaya matahari
bukan api yang membakar diri
17 juli pagi itu,
luluh lantak pagi itu
saat burung berkicau ceria
sekarang bersimbah darah
teriak tangis
membungkam riang
mereka pergi seketika
meniggalkan kita semua
luluh lantak hati ini
saat gelegar memecah sunyi di pagi hari
teriak tangis
mencerai berai kami
17 juli pagi itu,
pagi yang mengoyak daging kami
mengoyak-oyak harapan saudara-saudara kami
melumpuhkan langkah kaki teman-teman kami
mematahkan kepalan-kepalan tangan bapak-bapak kami
memecahkan isi kepala kakak-kakak kami
17 Juli pagi itu
pagi yang terkoyak.
Jakarta ,17 Juli 2009
Andi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Komentar Anda